Khobar Sibih Jumlah

Assalamualaikum sobat bakulnahwu,semoga sehat dan sejahtera selalu,,,

Cukup lama kami tidak memposting karena ada kesibukan,namun kali ini alhamdulillah kami dapat menulis kembali..

Pembahasan kali ini seputar masalah khobar sibih jumlah

Pada pembahasan khobar jumlah yang lalu telah dibahas bahwasanya khobar jumlah adakalanya tersusun dari kumpulan fi’il serta fa’ilnya dan mubtada serta khobarnya.

Nah untuk khobar sibih jumlah itu sendiri adakalnya terdiri dari dhorof baik dhorof zaman atau makan,dan adakalanya terbuat dari jer beserta majrurnya.Maksudnya khobar sibih jumlah jenisnya cuma ada dua yaitu dhorof dan jer majrur.

Seperti keterangan muallif dalam kitab jurumiyyah:

وغير المفرد أربعة أشياء: الجار والمجرور، والظرف  ، والفعل مع فاعله، والمبتدأ مع خبره  ، نحو قولك: ” زيد في الدار، وزيد عندك  ، وزيد قام أبوه، وزيد جاريته ذاهبة  “.

Contoh yang akan kita bahas disini yaitu khobar sibih jumlah yaitu khobar yang berupa dhorof dan jer majrur seperti contoh diatas yaitu lafad

” زيد في الدار، وزيد عندك 

Dhorof dan jer majrur diatas dikategorikan sebagai khobar sibih jumlah menurut jumhur ulama basroh,namun menurut sebagian dari kalangan ulama basroh tetap mengkategorikan bahwa khobar yang terbuat dari dhorof atau jer majrur adalah khobar mufrod,berikut keterangannya;

Jumhur ulama basroh mengkategorikan dhorof dan jer majrur sebagai sibih jumlah dengan dua dalil;

1.Dikarenakan dhorof dan jer majrur seperti jumlah pada keadaan menjadi silah dari isim mausul maka seperti itu juga pada keadaan menjadi khobar. contoh

الَّذِي خَلفك زيد

2.Bahwa dhorof dapat diamali oleh lafad lain,karena hukum asal dari amal adalah miliknya fi’il sedangkan isim hanya merupakan penggantinya,sedangkan pada bab ini menjadikan amal menjadi miliknya fi’il tentu itu hal yang utama.Dan ketika sebuah dhorof menggantikan posisinya fi’il maka dhorof tersebut bisa menjadi dalil bagi adanya fi’il.Fataammmaaaaallll ya fata!!!!!!!

والظرف الْوَاقِع خَبرا مقدَّر بِالْجُمْلَةِ عِنْد جُمْهُور الْبَصرِيين وَقَالَ بعضهُم هُوَ مقدرَّ بالمفرد وَالدَّلِيل على أَنه مقدرَّ بِالْجُمْلَةِ من وَجْهَيْن

أَحدهمَا أنَّه كالجملة فِي الصِّلَة كَقَوْلِك الَّذِي خَلفك زيد فَكَذَلِك فِي الْخَبَر

وَالثَّانِي أنَّ الظّرْف مَعْمُول لغيره

وَالْأَصْل فِي الْعَمَل للأفعال والأسماء نائبة عَنْهَا وَجعل الْعَمَل هُنَا للْفِعْل أوْلى وَإِذا أنيب الظّرْف مُناب الْفِعْل دلَّ عَلَيْهِ

 واحتجَّ الْآخرُونَ من وَجْهَيْن أَحدهمَا أنَّ الأَصْل فِي الْخَبَر أَن يكون مُفردا وَحمل الْفُرُوع على الْأُصُول أولى وَالثَّانِي أَن الظّرْف إِذا تقدم على الْمُبْتَدَأ لم يبطل الِابْتِدَاء وَلَو كَانَ مقدَّراً بِالْفِعْلِ لأبطله وَالْجَوَاب أنَّ الأَصْل فِي الْخَبَر لَا يُمكن تَقْدِيره هَهُنَا لما بيَّنا من أنَّ الْمُفْرد هُوَ الْمُبْتَدَأ فِي الْمَعْنى والظرف لَيْسَ هوالمبتدأ فَعِنْدَ ذَلِك نجْعَل الْعَامِل فِي الظّرْف مَا هُوَ الأَصْل فِي الْعَمَل لئلاَّ تقع الْمُخَالفَة من وَجْهَيْن وأمَّا إِذا تقدم الظّرْف وَلم يعْتَمد فَلَا يبطل الِابْتِدَاء بِهِ لأنَّه لَيْسَ بِفعل على التَّحْقِيق بل هُوَ نَائِب عَنهُ ويصحُّ ان يقدَّر بعده الْمُبْتَدَأ بِخِلَاف الْفِعْل

اللباب في علل البناء والإعراب

 

PERSYARATAN KHOBAR BERUPA DHOROF DAN JER MAJRUR

Tentunya bagi dhorof dan jer majrur ada syarat tertentu yang harus terpenuhi jika ingin dijadikan sebuah khobar.Berikut uraiannya;

1.

Dhorof  atau jer majrur yang bisa dijadikan sebuah khobar hanyalah dhorof dan jer majrur yang tam atau yang sempurna.Maksudnya tam disini yaitu jika dhorof atau jer majrur tersebut dijadikan khobar dapat memberikan faidah dengan hanya menyebutkan dhorof atau jer majrur tersebut saja,tnpa memerlukan menyebutkan muta’allaqnya.contoh  (zaid disampingmu)زيد في الدار، وزيد عندك   (zaid didalam rumah)

Dhorof dan jer majrur sah dikatakan tam dikarenakan sudah dapat memerikan faidah dengan dirinya sendiri tanpa harus menyebutkan mutalaqnya,maksudnya muta’allaq yang dibuang sudah bisa difahami .

Berbeda dengan dhorof atau jer majrur yang naqish,dimana keduanya tidak bisa memberikan faidah dengan sendirinya tanpa menyebutkan mutaalaqnya.contoh محمود اليوم.. حامد بك

Sebuah dhorof atau jer majrur dapat dikatakan tam jika dalam dua keadaan yaitu;

a.muta’allaqnya merupakan muta’allaq ‘am mutlaq.maksud dari mutlaq disini yaitu mutlaq maujud atau mutlaq istiqror dalam arti tanpa qoyyid husus.Muta’allaq ‘am(umum) biasanya diwakili oleh lafad كائن” ,كان,استقر,ثبت,ثابت ,مستقر

Dan hukum untuk muta’allaq am ini wajib dibuang ,inilah yang dimaksud.

b.Mutaalaqnya merupakan muta’allaq khosh yang wajib disebutkan jika memang tidak ada qorinah  yang menjadi dalil.contoh

زيد مسافر اليوم

Lafad مسافر mutallaq khos.

Dan jika mutaalaaqnya merupakan mutallaq khos,namun disana terdapat qorinah yang dapat menjadi dalil bagi muta’allaq maka hukum bagi mut’allaq tersebut boleh disebutkan boleh juga dibuang.contoh muta’allaq khos yang mempunyai qorinah seperti;

Seseorang berkata زيد مسافر اليوم وعمرو غدا

Kemudian anda membalasnya dengan perkataan

بل عمرو اليوم وزيد غدا

Muta’allaqnya dhorof yang berupa lafad مسافر dibuang karena adanya qorinah yang menunjukkan terhadapnya yaitu perkataan

زيد مسافر اليوم وعمرو غدا

.

2.Jika khobarnya berupa dhorof zaman maka disyaratkan mubtadanya harus berupa isim makna(sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh panca indra,isim makan hanya bisa digambarkan oleh aqal) serta dhorofnya merupakan dhorof zaman yang khos /mu’ayyan,bukan dhorof zaman yang ‘am atau umum.contoh; السفر صباحاً، والراحة ليلا

Jika dhorof zamannya berupa dhorof zaman yang ‘am atau umum maka tidak sah dijadikan khobar,karena tidak bisa memberikan faidah.contoh;

 السفر زماناً، الفضل دهراً، الأدب حيناً

3.Telah dikatakan diatas bahwasanya dhorof zaman hanya bisa menjadi khobar dari mubtada yang berupa isim makna saja,namun dhorof zaman bisa menjadi khobar dari mubtada yang berupa isim dzat atau jutsah(sesuatu yang bisa diketahui oleh panca indra)melainkan hanya sedikit saja dan itu pun jika memberikan faidah.contoh yang tidak memberikan faidah seperti lafad زيد اليوم.

Dhorof zaman akan bisa memberikan faidah bagi mubtada isim dzat jika dalam salah satu keadaan dibawah ini;

A.Dhorof zamannya ditahsis.

– Adakalanya ditahsis dengan cara disifati contoh; نحن فى يوم طيب

Adakalanya ditahsis dengan cara idhofah contoh; نحن فى شهر شوال

Adakalanya ditahsis dengan menjadi alamiyah(menjadi alam) contoh;

نحن فى رمضان

Dan pada ketiga keadaan ini dhorof zaman wajib dijerkan dengan huruf jer fi dan bermahal rofa karena menjadi khobar dan pada keadaan ini tidak dapat dikatakan sebagai dhorof  secara istilah nahwiyah.

B.Isim dzat-nya berupa isim dzat yang sifatnya tidak tetap,maksudnya isim dzat tersebut terkadang muncul terkadang hilang oleh karena itu seakan akan menyerupai isim makna.contoh; الهلال الليلةَ

Lafad الهلال artinya bulan,sedangkan bulan kadang muncul kadang hilang.

Dan ketika dalam keadaan ini  dhorof zaman boleh dinashobkan sebagai dhorof zaman atau dijerkan dengan huruf jer fi الهلال فى الليلة dan masing-masing bermahal rofa karena menjadi khobar.

C.Dengan cara mengira-ngirakan mudhof sebelum isim dzat,dengan catatan ada qorinah yang menunjukan terhadap mudhof tersebut dalam arti mudhofnya berupa makna yang munasabah(saya artikan makna yang nyambung).

Contoh; الكتابُ الساعةَ، والحديقةُ عصراً. أى: قراءةُ الكتاب الساعةَ، ومتعةُ الحديقة عصراً

4.Jika khobarnya berupa dhorof makan,maka mubtadanya boleh berupa isim dzat contoh ; الكتاب أمامك – الشجرة خلفك

ataupun isim makna contoh; العلم عندك – الحق معك

Dengan syarat harus memberikan faidah seperti diatas pada masalah ifadah bagi dhorof zaman,serta dhorof makannya harus berupa dhorof makan yang khos/mu’ayyan seperti contoh diatas,maksudnya tidak boleh terbuat dari dhorof makan yang ‘am/umum karena tidak bisa memberikan faidah contoh;

العلم مكاناً، الكتب مكاناً

TAMBAHAN;

Adapun muta’allaq yang dikira-kirakan adakalanya berupa kalimat isim seperti lafad كائن, ثابت, مستقر,dan ketika muta’allaq yang dikira-kirakan berupa kalimat isim maka khobar tersebut tergolong kepada khobar sibih mufrod.

Namun jika muta’allaq yang dikira-kirakan berupa kalimat fi’il seperti lafad كان, ثبت, استقر,dan ketika muta’allaq yang dikira-kirakan berupa kalimat fi’il maka khobar tersebut tergolong kepada khobar sibih jumlah.

Akan tetapi jika jika khobar yang berupa dhorof atau jer majrur ini jatuh setelah lafad   أما  dan إذا fujaiyah maka muta’allaq yang dikira-kirakan hanyalah berupa muta’allaq kalimat isim yaitu lafad ,dikarenakan أما dan إذا fujaiyyah tidak diikuti oleh fi’il baik itu berupa fi’il yang dohir atau yang dimuqoddarkan.contoh

أما عندك فريد، خرجعت فإذا في الباب زيد

Adapun masalah paling afdhol antara mengira-ngirakan muta’allaq berupa isim atau fi’il berikut uraiannya;

a.Imam ibnu malik mengatakan dalam syarah kafiyahnya bahwa paling afdhol mengira-ngirakan kalimat isim pada masalah khobar yang berupa dhorof atau jer majrur dengan alasan berikut;

– Jika muta’allaq yang dikira-kirakan berupa kalimat isim maka tidak dibutuhkan untuk mengira-ngirakan lafad lain,karena kalimat isim tersebut sudah mencukupi atau sudah bisa diterapi secara langsung oleh I’rob rofa sebagai khobar.Namun jika muta’allaq yang dikira-kirakan berupa kalimat fi’il maka akan dibtutuhkan untuk mengira-ngirakan lafad lain yaitu isim fa’il,dikarenakan kalimat fi’il tidak bisa diterapi hukum rofa secara lafdhiyah melainkan secara mahal.

– Muta’allaq berupa kalimat isim bisa diterapkan pada setiap kondisi pada masalah khobar yang berupa dhorof dan jer majrur,akan tetapi tidak semua kondisi pada khobar ini dapat diterapkan muta’allaq yang berupa kalimat fi’il.

Dan ini juga merupakan pendapat jumhur ulama bashroh dikarenakan muta’allaq yang dibuang tersebut merupakan khobar dalam haqiqatnya sedangkan hukum asal dari khobar adalah berupa isim yang mufrod.

b.Sedangkan menurut imam akhfasy,imam farisi dan imam zamakhsyari muta’allaq yang dikira-kirakan berupa kalimat fi’il yang dimana muta’allaq tersebut merupakan amil bagi dhorof dan jer majrur,sedangkan hukum asal dari ‘amil itu berupa kalimat fi’il.

Kemudian ada beberapa pendapat dalam masalah lafad yang menjadi khobar secara haqiqatnya.

– pendapat pertama mengatakan bahwa muta’allaq merupakan khobar secara hakikat.

-pendapat kedua mengatakan bahwa dhorof dan jer majrurnya merupakan khobar secara hakikat.

-pendapat ketiga mengatakan bahwa muta’alaq yang dibuang beserta dhorof dan jer majrurnya kedua-duanya merupakan khobar secara hakikat, dan ini merupakan pendapat yang dipilih oleh imam Rodhi dan imam Ibnu Hamam.

Pendapat yang pertama meninjau bahwa amil merupakan sesuatu yang asal sedangkan ma’mulnya cuma qoyyid bagi amil tersebut.

Pendapat yang kedua meninjau terhadap tekstual lafadnya(karena yang nampak secara tekstual ya dhorof dan jer majrur).

Pendapat yang ketiga meninjau terhadap maksud pengikhbara terhadap masing-masing dari kedua lafad tersebut yaitu dhorof dan jer majrur.

Sobat bakulnahwu itulah sedikit keterangan bagi pembahasan khobar sibih jumlah berikut  syaratnya.Untuk pembahasan selanjutnya insya alloh masih dalam masalah khobar sibih jumlah khususnya pada peng’iroban dhorof ketika berstatus menjadi khobar.Mudah-mudahan sobat bakul nahwu dapat memahaminya dan bisa bermanfaat.Jika ada kesalahan baik dalam penulisan atau keterangan yang tidak pas kami mohon dimaafkan.

Sekian dan wassalam.

Mohon subscribenya bosss!!!!

Untuk refrensi dari keterangan diatas bisa dilihat dibawah ini.

ويشترط في الظرف الوَاقع خبراً، وفي الجار مع المجرور كذلك – أن يكون تامًّا، أَى: يحصل بالإخبار به فائدة بمجرد ذكره، ويكْمُلُ به المعنى المطلوب من غير خفاء ولا لَبْس، كالأمثلة السابقة. فلا يصلح للخبر منهما ما كان ناقصاً؛ مثل: محمود اليوم.. أوحامد بك؛ لعدم الفائدة. أما حيث تحصل الفائدة فيصح وقوعهما خبراً؛ ويكون كل منهما هوالخبر مباشرة؛ أي: أن شبه الجملة نفسه يكون الخبر1 – فى الرأى المختار.

بقيت مسألة تتعلق ببيان نوع الظرف التام الذى يصلح أن يكون خبراً. فأما ظرف المكان فيصلح – فى الغالب – أن يقع خبراً عن المبتدأ المعنى وعن المبتدأ الجثة؛ فمثال الأول؛ العلم عندك – الحق معك. ومثال الثاني: الكتاب أمامك – الشجرة خلفك. ولا بد فى ظرف المكان أن يكون خاصًّا2 لكى يتحقق شرط الإفادة؛ كالأمثلة السالفة؛ فلا يصح أن يكون عامًّا؛ مثل: العلم مكاناً، أوالكتب مكاناً؛ لعدم الإفادة.

النحو الوافي

وأما ظرف الزمان فيصلح أن يقع خبراً عن المبتدأ المعنى فقط، بشرط أن تتحقق الإفادة. كأنْ يكون الزمان خاصّاً3، لا عامًّا؛ مثل: السفر صباحاً، والراحة ليلا. بخلاف: السفر زماناً، الفضل دهراً، الأدب حيناً، لعدم الإفادة.

وهولا يصلح أن يكون خبراً عن الجثة إلا قليلا؛ وذلك حين يفيد1 أيضاً؛ فلا يصح: الشجرة يوماً – البيت غداً؛ لعدم الإفادة. ويصح: القطن صيفاً. القمح شتاء، لتحقق الفائدة؛ إذ المراد: ظهور القطن صيفاً. وظهور القمح شتاء. ومنه قولهم: الهلاُ الليلةَ. والرطبُ شهرىْ ربيع.

ومجمل الأمر أن ظرف المكان يصلح – فى الغالب- خبراً للمبتدأ بنوعيه: المعنى والجثة، وأن ظرف الزمان يصلح في الغالب خبراً للمبتدأ المعنى دون الجثة، إلا إن أفاد1؛ وهذه الإفادة تحقق فى الظرف بنوعيه حين يكون خاصًّا لا عامًّا. فالمعول عليه فى الإخبار بالظرف هوالإفادة2.

القسم الثالث: الخبر شبه الجملة
يريد النحاة بشبه الجملة هنا أمران1؛ أحدهما: الظرف بنوعيه الزمانىّ والمكانىّ، والآخر: حرف الجر مع مجروره. فالخبر قد يكون ظرف زمان؛ نحو: الرحلة “يومَ” الخميس. والرجوعُ “ليلةَ” السبت. وقد يكون ظرف مكان؛ نحو: “الحديقة” “أمامَ” البيت، والنهر “وراءَهُ”؛ فكلمة “يوم”, و”ليلة” وما يشبههما ظرف زمان، منصوب، فى محل رفع2؛ لأنه خبر المبتدأ. وكلمة “أمام” و”وراء” وما يشبههما – ظرف مكان منصوب في محل رفع؛ لأنه خبر المبتدأ. وقد يكون الخبر جارًّا أصليا مع مجروره؛ نحو، السكَّر من القصب- إخوان السوء كخشب في النار، يأكل بعضه بعضا.؛ فالجار مع المجرور في محل رفع خبر المبتدأ. ومنه قول الشاعر:

للعيد يومٌ من الأيام منتظَرٌ والناس في كل يومٍ منك في عيدِ

 ويشترط في الظرف الوَاقع خبراً، وفي الجار مع المجرور كذلك – أن يكون تامًّا، أَى: يحصل بالإخبار به فائدة بمجرد ذكره، ويكْمُلُ به المعنى المطلوب من غير خفاء ولا لَبْس، كالأمثلة السابقة. فلا يصلح للخبر منهما ما كان ناقصاً؛ مثل: محمود اليوم.. أوحامد بك؛ لعدم الفائدة. أما حيث تحصل الفائدة فيصح وقوعهما خبراً؛ ويكون كل منهما هوالخبر مباشرة؛ أي: أن شبه الجملة نفسه يكون الخبر1 – فى الرأى المختار.

بقيت مسألة تتعلق ببيان نوع الظرف التام الذى يصلح أن يكون خبراً. فأما ظرف المكان فيصلح – فى الغالب – أن يقع خبراً عن المبتدأ المعنى وعن المبتدأ الجثة؛ فمثال الأول؛ العلم عندك – الحق معك. ومثال الثاني: الكتاب أمامك – الشجرة خلفك. ولا بد فى ظرف المكان أن يكون خاصًّا2 لكى يتحقق شرط الإفادة؛ كالأمثلة السالفة؛ فلا يصح أن يكون عامًّا؛ مثل: العلم مكاناً، أوالكتب مكاناً؛ لعدم الإفادة.

وأما ظرف الزمان فيصلح أن يقع خبراً عن المبتدأ المعنى فقط، بشرط أن تتحقق الإفادة. كأنْ يكون الزمان خاصّاً3، لا عامًّا؛ مثل: السفر صباحاً، والراحة ليلا. بخلاف: السفر زماناً، الفضل دهراً، الأدب حيناً، لعدم الإفادة.

وهولا يصلح أن يكون خبراً عن الجثة إلا قليلا؛ وذلك حين يفيد1 أيضاً؛ فلا يصح: الشجرة يوماً – البيت غداً؛ لعدم الإفادة. ويصح: القطن صيفاً. القمح شتاء، لتحقق الفائدة؛ إذ المراد: ظهور القطن صيفاً. وظهور القمح شتاء. ومنه قولهم: الهلاُ الليلةَ. والرطبُ شهرىْ ربيع.

ومجمل الأمر أن ظرف المكان يصلح – فى الغالب- خبراً للمبتدأ بنوعيه: المعنى والجثة، وأن ظرف الزمان يصلح في الغالب خبراً للمبتدأ المعنى دون الجثة، إلا إن أفاد1؛ وهذه الإفادة تحقق فى الظرف بنوعيه حين يكون خاصًّا لا عامًّا. فالمعول عليه فى الإخبار بالظرف هوالإفادة2.

النحو الوافي

 

والمتعلق المنوي إما من قبيل المفرد وهو ما في “معنى كائن” نحو ثابت ومستقر

“أو” الجملة وهو ما في معنى “استقر” وثبت والمختار عند الناظم الأول. قال في شرح الكافية: وكونه اسم فاعل أولى لوجهين: أحدهما أن تقدير اسم الفاعل لا يحوج إلى تقدير آخر لأنه واف بما يحتاج إليه المحل من تقدير خبر مرفوع. وتقدير الفعل يحوج إلى تقدير اسم فاعل إذ لا بد من الحكم بالرفع على محل الفعل إذا ظهر في موضع الخبر، والرفع المحكوم عليه به لا يظهر إلا في اسم الفاعل. الثاني أن كل موضع كان فيه الظرف خبرًا

وقدر تعلقه بفعل أمكن تعلقه باسم الفاعل. وبعد أما وإذا الفجائية يتعين التعلق باسم الفاعل نحو أما عندك فريد، وخرجعت فإذا في الباب زيد لأن أما وإذا الفجائية لا يليهما فعل ظاهر ولا مقدر، وإذا تعين تقدير اسم الفاعل في بعض المواضع ولم يتعين تقدير الفعل في بعض المواضع وجب رد المحتمل إلى ما لا احتمال فيه ليجري الباب على سنن واحد

“حـ” قلنا5: إن ظرف الزمان لا يقع خبراً عن الذات “الجثة” إلا بشرط أن يفيد6، وهذه الإفادة تتحقق بأحد الثلاثة الآتية:

الأولى: أن يتخصص ظرف الزمان إما بنعت؛ مثل: نحن فى يوم طيب، أو: نحن فى أسبوع سعيد. وإما بإضافة؛ مثل: نحن فى شهر شوال.. وإما بَعَلميه مثل: نحن فى رمضان؛ ويجب جر الظرف الزمانى فى هذه الصور الثلاث بفى؛ ويكون الجار مع المجرور فى محل رفع خبرا7. ولا يعرب فى حالة جره – أورفعه – ظرفاً. ولا يسمى ظرفا اصطلاحا، لأن هذه التسمية الاصطلاحية مقصورة عليه حين يكون منصوبا على الظرفية دون غيرها8

الثانية: أن يكون المبتدأ الذات مما يتجدد؛ بأن يظهر فى بعض الأوقات دون بعض؛ فله مواسم معينة يظهر فيها ثم ينقطع، ثم يظهر.. وهكذا.. فيكون شبيهاً بالمعنى، مثل: البرتقال شهور الشتاء، والبِطيخ شهورَ الصيف. الهلال الليلةَ. وفى هذه الحالة يجوز نصب ظرف الزمان، أوجره بفى. وهوفى الحالتين فى محل رفع خبر.

الثالثة: أن يكون المبتدأ الذات صالحاً لتقدير مضاف قبله تدل عليه القرائن؛ بحيث يكون ذلك المضاف أمراً معنوياً مناسباً؛ كأنْ يلازم المرء بيته يومياً للراحة، فيعرض عليه صديقه الخروج لنزهة بحرية، فيعتذر قائلا: البيتُ اليومَ، والبحرُ غدا. أى: ملازمة البيت اليوم، ونزهة البحر غدا. ومثله: الكتابُ الساعةَ، والحديقةُ عصراً. أى: قراءةُ الكتاب الساعةَ، ومتعةُ الحديقة عصراً وفى هذه الصورة يكون الظرف منصوباً فى محل رفع خبراً.

النحو الوافي

أَي وَيَقَع الْخَبَر ظرفا مَنْصُوبًا كَقَوْلِه تَعَالَى والركب أَسْفَل مِنْكُم وجارا ومجرورا كَقَوْلِه تَعَالَى الْحَمد لله رب الْعَالمين وهما حِينَئِذٍ متعلقان بِمَحْذُوف وجوبا تَقْدِيره مُسْتَقر أَو اسْتَقر وَالْأول اخْتِيَار جُمْهُور الْبَصرِيين وحجتهم أَن الْمَحْذُوف هُوَ الْخَبَر فِي الْحَقِيقَة وَالْأَصْل فِي الْخَبَر أَن يكون اسْما مُفردا وَالثَّانِي اخْتِيَار الْأَخْفَش والفارسي والزمخشري وحجتهم أَن الْمَحْذُوف عَامل النصب فِي لفظ الظّرْف وَمحل الْجَار وَالْمَجْرُور وَالْأَصْل فِي الْعَامِل أَن يكون فعلا ص

شرح قطر الندى وبل الصدى

قوله: “إذا هو الخبر حقيقة” وقيل: الظرف أو الجار والمجرور وقيل: المجموع واختاره الرضي وابن الهمام. والقائل بالأول نظر إلى أن العامل هو الأصل وأن معموله قيد له، والقائل بالثاني نظر إلى الظاهر، والقائل بالثالث نظر إلى توقف مقصود المخبر على كل منهما.

حاشية الصبان على شرح الأشمونى لألفية ابن مالك

يشترط لصحة الاخبار بالظرف والجار والمجرور: أن يكون كل واحد منهما تاما، ومعنى التمام أن يفهم منه متعلقه المحذوف، وإنما يفهم متعلق كل واحد منهما منه

في حالتين: أولاهما: أن يكون المتعلق عاما، نحو: زيد عندك، وزيد في الدار.

وثانيهما: أن يكون المتعلق خاصا وقد قامت القرينة الدالة عليه، كأن يقول لك قائل: زيد مسافر اليوم وعمرو غدا، فتقول له: بل عمرو اليوم وزيد غدا، وجعل ابن هشام في المغنى من هذا الاخير قوله تعالى: (الحر بالحر والعبد بالعبد) أي الحر يقتل بالحر والعبد يقتل بالعبد.

(2) ههنا أمران، الاول: أن المتعلق يكون واجب الحذف إذا كان عاما، فأما إذا كان خاصا ففيه تفصيل، فإن قامت قرينة تدل عليه إذا حذف جاز حذفه وجاز ذكره، وإن لم تكن هناك قرينة ترشد إليه وجب ذكره، هذا مذهب الجمهور في هذا الموضوع، وسنعود إليه في شرح الشاهد رقم 43 الآتي قريبا.

الامر الثاني: اعلم أنه قد اختلف النحاة في الخبر: أهو متعلق الظرف والجار والمجرور فقط، أم هو نفس الظرف والجار والمجرور فقط، أم هو مجموع المتعلق والظرف أو الجار والمجرور؟ فذهب جمهور البصريين إلى أن الخبر هو المجموع، لتوقف الفائدة على كل واحد منهما، والصحيح الذي ترجحه أن الخبر هو نفس المتعلق وحده، وأن الظرف أو الجار والمجرور قيد له، ويؤيد هذا أنهم أجمعوا على أن المتعلق إذا كان خاصا فهو الخبر وحده، سواء أكان مذكورا أم كان قد حذف لقرينة تدل عليه، وهذا الخلاف إنما هو في المتعلق العام، فليكن مثل الخاص، طردا للباب على وتيرة واحدة.

شرح ابن عقيل على ألفية ابن مالك